Jumat, 25 November 2016



Nama                           : SAMALAN NASUTION
Nim                             : 71153023
Fakultas                       : SAINTEK
Jurusan                        : ILKOM-1
Semester                      : III
Perguruan Tinggi         : Universitas Islam Negri Sumatera Utara
Dosen                          : DR.JA’FAR, MA
Mata Kuliah                : Akhlak Tasawuf


RESUME EPISTEMOLOGI TASAWUF
Identitas buku
Judul buku      : GERBANG TASAWUF
Pengarang       : DR.JA’FAR, MA
Tahun terbit     : SEPTEMBER 2016

EPISTEMOLOGI TASAWUF
    A.    PERAN HATI DALAM TASAWUF
Istilah hati disebut berulang kali dalam alquran dan hadis, yang biasanya disebut dengan kata qalb, al-fu’ad, atau af’idah. Hati disebut dalam al-qur’an dalam berbagai bentuk, antara lain, kata qalbun disebut sebanyak 6 kali, kata qulub disebut sebanyak 21 kali, kata al-fu’ad disebut sebanyak 3 kali, kata fu’aduka disebut sebanyak 2 kali, kata af’idah disebut sebanyak 8 kali, dan kata af’idatuhum disebut sebanyak 3 kali. Selain itu dikenal istilah bashirah, yang berarti hati nurani, disebut dalam al-quran sebanyak 2 kali. (DR.JA’FAR M.A., 48 / 2016)
Dalam tradisi islam, hati (qalb) merupakan subsistem jiwa manusia. Disebutkan bahwa dari segi fungsi, menurut Achmad Mubarok, qalb berfungsi sebagai “alat untuk memahami realitas dan nilai – nilai serta memutuskan suatu tindakan (Q.S al – A’raf/7:179).” Sehingga qalb menjadi identik dengan akal. Disebut bahwa ada beberapa potensi hati :
1.      Hati itu bisa berpaling.
2.      Merasa kecewa dan kesal.
3.      Secara sengaja memutuskan untuk melakukan sesuatu.
4.      Berprasangka.
5.      Menolak sesuatu.
6.      Mengingkari.
7.      Dapat diuji.
8.      Dapat ditundukkan
9.      Dapat diperluas dan dipersempit, bahkan bisa ditutup rapat
Mayoritas sufi menilai bahwa akal manusia tidak mampu mencapai hakikat Alllahswt, dan alquran menjelaskan bahwa kelemahan akal bisa ditutupi oleh hati yang damai. Jadi hati yang damai (bi qalm salim ) mampu daang dan menghadap kepada Allah swt. Dalam (DR.JA’FAR M.A., 48 / 2016)
Al-Ghazali menjelaskan bahwa hati (qalb) bermakna ganda. Pertama, hati adalah “daging yang diletakkan dalam dada sebelah kiri”. Dalam daging tersebut terdapat lubang, dan dalam lubang tersebut terdapat darah berwarna hitam yang menjadi sumber ruh. Hati ini merupakan hakikat manusia. “Al-Ghazali memaknai qalb seperti  aql, yakni “yang mengetahui ilmu yaitu hati yang halus, dan ilmu tentang hakikat – hakikat perkara. Akal adalah sifat ilmu dan terletak di hati”. Dan qalb berkaitan dengan ruh, yakni “tubuh yang halus dan sumbernya adalh lubang hati jasmani, lalu tersebar dengan perantara urat-urat yang merusak ke bagian jasad lain,” dan yang halus dari manusia tempat mengerti dan mengetahui.”. jadi qalb terdiri atas dua bentuk, yakni hati yang bersifat jasmani dan hati yang bersifat ruhani. (DR.JA’FAR M.A., 48 / 2016)
Menurut Al-Ghazali, hati dapat meraih ilmu yang mengenai banyak hal manakala ia memiliki sifat-sifat Rabbaniyah dan hikmah. Hati akan menjadi suci ketika dihiasi oleh sifat- sifat Ilaihiah, cahaya iman ( sebagai dampak dari zikir dan ibadah), dan hikmah, sehingga hati akan menjadi cermin yang bercahaya cemerlang, dan akhirnya hati akan meraih kasyf yang membuatnya dapat memperoleh kebenaran, bertemu Allah swt, dan mampu menyingkap hakikat agama. (DR.JA’FAR M.A., 48 / 2016)
Menurut Al-Ghazali, ada lima penyebab hati gagal meraih ilmu, yakni kekurangan hati (yakni hati anak kecil), hati menjadi kotor akibat mengikuti hawa nafsu sehingga selalu berbuat maksiat dan perbuatan keji, hati dipalingkan dari kebenaran karena tidak mau mencari kebenaran dan mengarahkan pikiran kepada hakikat Ilahiah, terhijab karena banyak taklid dan tunduk kepada prasangkameskipun telah mampu mengekang hawa nafsu atau menfokuskan diri kepada kebenaran dan kebodohan dalam mengetahui arah kebenaran akibat penyelewengan ilmu dan tidak mengetahui manfaat pencarian ilmu. Dapat disimpulkan bahwa hati harus dihiasi oleh ibadah, dan dijauhi dari jebakan hawa nafsu, agar hati mampu meraih ilmu, menyaksikan dunia spiritual, dan menyingkaprahasia agama. (DR.JA’FAR M.A., 48 / 2016)
Para sufi cenderung kepada ilmu ilhamiyah (tanpa belajar), bukan ilmu ta’limiyah (lewat belajar), sehingga mereka tidak mempelajari ilmu dari buku dan pendapat para ahli, tetapi meraih ilmu dengan jalan mujadahah, menghapus sifat-sifat tercela, memutus hubungan dunia(zuhud), dan menghadapkan diri kepada Allah swt. Sehingga hati mereka disinari oleh cahaya ilmu-Nya. (DR.JA’FAR M.A., 48 / 2016)

     B.     METODE TAKZIYAH AL-NAFS.
Kaum sufi meyakini bahwa akal manusia masih memiliki kelemahan , meskipun relatif sukses memberikan gambaran rasional terhadap dunia spiritual .
Keabsahan takziyah al-nafs (metode irfani) diakui oleh kitab suci umat islam. Alquran misalnya menegaskan bahwa para nabi dan rasul diutus untuk menyucikan jiwa manusia (Q.S Ali imran/3:164)
Adapun keutamaan takziyah al-nafs menurut alquran bahwa pelakunya disebut sebagai orang-orang beruntung (Q.S Al-syam/91:9; dan Q.Sal-A’la/87/14) dan orang –orang tersebut diberi pahala serta keabadian surgawi (Q.S Thaha/20:6). Dengan demikian metode irfani merupakan metode yang dikembangkan dari isyarat-isyarat wahyu, metode para nabi dan rasul, dan memberikan keberuntungan dunia dan akhirat kepada penggunanya. (DR.JA’FAR M.A., 48 / 2016)
Al-Ghazali mengadakan kalwah selama 10 tahun untuk mempraktekkan semua metode kaum sufi, bahkan meninggalkan tahta, keluarga,dan harta yang dimiliki. Dapat disimpulkan bahwa metode  takziyah al-nafs dapat menjadi jalan lain bagi ilmuwan muslim untuk memperoleh ilmu (ma’rifah).
Mahzab tasawuf menurut Al-Ghazali dapat diwujudkan secara sempurna hanya melalui ilmu (‘ilm) dan amal (‘amal). Karya karya para sufi menegaskan bahwa manusia terdiri dari badan dan jiwa (qalb).
Ibn al- qayyim al-Jauziyah (w.1350) menyebut ilmu yang diraih oleh kaum sufi sebagai ‘ilm laduniyun, yakni ilmu yang diisyaratkan kepada ilmu yang diperoleh seorang hamba tanpa menggunakan sarana, tetapi berdasarkan ilham dari Allah dan diperkenanlkan Allah kepada hamba-Nya. Ilmu laduni merupakan buah dari ibadah, serta kepatuhan kepada Rasul-Nya. Ilmu laduni terdiri atas 2 macam yaitu dari sisi Alla swt. Dan dari sisi setan. (DR.JA’FAR M.A., 48 / 2016)
Kesimpulan :
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa hati harus dihiasi oleh ibadah dan harus dihindari dari godaan hawa nafsu agar hati dapat meraih ilmu dan menyingkap rahasia agama.
Buku pembanding:
Identitas Buku
Judul                : TASAWUF
Penulis             : Dr. H. Syamsun Ni’am, M. Ag
Penerbit           : AR-RUZZ MEDIA

     A.    Kajian Tasawuf
Hati di dalam bahasa Arab disebut al-qalb. Menurut ahli biologis qalbu adalah segumpal darah yang terletak di dalam rongga dada, agak ke sebelah kiri, warnanya agak kecoklatan dan berbentuk segi tiga. Tetapi yang dimaksudkan disini bukanlah hati yang terbentuk dari segumpal darah yang bersifat materi itu, namun yang dimaksudkan hati di sini adalah yang bersifat immateri. Hati yang berbentuk materi menjadi objek kajian biologi. Sementara hati yang immateri menjadi objek kajian tasawuf. Al-Ghazali menjelaskan hati immateri ini dalam kitab ihya’ Ulum ad-Din. Menurut Al-Ghazali, hati adalah karunia Allah Swt. Yang halus dan indah, bersifat immateri, yang ada hubungannya dengan hati materi. Yang halus dan indah inilah yang menjadi hakikat kemanusiaan dan yang mengenal dan mengetahui segala sesuatu. Hati ini juga yang menjadi sasaran cela, sasaran hukuman dan tuntutan (taklif) Tuhan. Ia mempunyai hubungan dengan hati bagaikan gaya dengan jisim, dan hubungan sifat dengan tempat lekatnya, atau seperti hubungan pemakai alat dengan alatnya, atau bagaikan benda dengan ruang (Dr. H. Syamsun Ni’am, M. Ag 2014:75).
                           
            Masing-masing dari objek dan sasaran tasawuf, saling mengingat ruh, jiwa, hati dan akal adalah langsung datang dari Tuhan, maka cara penyuciannya harus dengan banyak mendekatkan diri kepada Tuhan, maka cara penyuciannya harus dengan banyak mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara banyak melakukan amal shaleh, beribadah kepada-Nya, ber-dzikir, ber-tasbih, ber-tahlil, dan  sebagainya; tentunya harus dengan ketentuan  yang telah ditetapkan oleh Al-Quran dan Al-Sunnah. Di samping juga harus senantiasa mengosongkan diri dari sifat, sikap, perkataan, dan perilakunya dari hal-hal yang kotor dan merusak hal-hal tersebut (at-takhalli ‘an as-sayyiat), dengan menghiasi diri dengan sifat, sikap dan perbuatan yang terpuji (at-tahalli min al-ilahiyyat).

            Tasawuf juga upaya mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Tuhan sehingga ia dapat melihat-Nya dengan mata hati bahkan ruhnya dapat bersatu dengan Ruh Tuhan. Tasawuf adalah ilmu yang membahas masalah pendekatan diri manusia kepada Tuhan melalui penyucian ruhnya. (Dr. H. Syamsun Ni’am, M. Ag 2014:75).

B.     Fungsi Tasawuf
            Menyucikan diri atau tazkiyyat an-Nafs merupakan fungsi tasawuf dimana dalam metode tazkiyyat an-Nafs metode tentang tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh seseorang dalam penycian jiwa tersebut adalah iman dan amal shaleh. Hati perlu dibersihkan dan diasuh supaya sentiasa tunduk kepada kehendak agama. Kehendak agama yang dimaksudkan di sini bukan hanya semata-mata dari aspek ibadah saja tetapi mencakupi aspek agama yang lain termasuk dalam aspek tauhid, akhlaq dan menerima tanpa keraguan apa saja yang diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya. Sehingga Tazkiyyat an-Nafs merupakan fungsi tasawuf dalam mendekatkan diri kepada Allah dalam menyucikan diri dan jiwa. (Dr. H. Syamsun Ni’am, M. Ag 2014:77).

Kesimpulan
            Dapat disimpulkan bahwa Hati merupakan sasaran dan kajian dalam tasawuf, hati adalah karunia Allah Swt. yang halus dan indah, Yang halus dan indah inilah yang menjadi hakikat kemanusiaan dan yang mengenal dan mengetahui segala sesuatu. Dalam tasawuf peran hati dapat meraih ilmu mengenai banyak hal dan akan menjadi suci ketika dihiasi oleh sifat-sifat ilahiyah, cahaya iman dan hikmah sehingga hati akan menjadi cermin yang bercahaya cemerlang dan akhirnya hati akan meraih kasyf yang membuatnya dapat memperoleh kebenaran dan bertemu Allah Swt. Dalam tazkiyyat an-nafs juga merupakan metode dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan cara menyucikan jiwa melalui beberapa tahapan-tahapan dalam penyucian jiwa tersebut. Tazkkiyat an-Nafs dalam tasawuf amat penting dalam kehidupan manusia yang mau  mencari kesejahteraan hidup di dunia maupun akhirat. Tazkkiyat an-Nafs tidak bermaksud menolak perkembangan kehidup




Buku pembanding :
Identitas Buku
Judul         : Akhlak Tasawuf
Penulis       : Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.
Penerbit     : PT Raja Grafindo Persada Jakarta
Cetakan     : Ke-9 Mei 2010
1.      Hati Nurani
Hati nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat memperoleh saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani ini diyakini selalu cenderung kepada kebaikan dan tidak suka kepada keburukan.
Karena sifat yang demikian itu, maka hati nurani harus dijadikan salah satu pertimbangan dalam melaksanakan kebebasan yang ada dalam diri manusia, yaitu kebebasan yang tidak menyalahi hati nuraninya. Masalah hatu nurani adalah faktor dominan yang menentukan suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan akhlaki. Disinilah letak hubungan fungsional antara kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani dengan akhlak. Karenanya dalam membahas akhlak seseorang tidak dapat meninggalakan pembahasan mengenai kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani.( Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.:2010)

2.      MA’RIFAH
A.    Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Ma’rifah
Dari segi bahasa ma’rifah artinya pengetahuan atau pengalaman. Orang-orang sufi mengatakan:
1. Kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia terbuka, mata kepalanya akan tertutup, dan ketika itu yang dilihatnya hanya Alloh SWT.
2. Ma’rifah adalah cermin, kalau seorang arif melihat kecermin itu yang akan dilihatnya hanyalah Alloh SWT.
3. Yang dilihat orang arif baik sewaktu tidur maupun sewaktu bangun hanyalah Alloh SWT.
4.    Sekiranya ma’rifah mengambil bentuk materi, semua orang yang melihat padanya akan mati karena tak tahan melihat kecantikan dan keindahannya. Dan semua cahaya akan menjadi gelap disamping cahaya keindahan yang gemilang. .( Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.:2010)

B.    Alat Untuk Ma’rifah
Alat yang digunakan untuk ma’rifah telah ada pada diri manusia, yaitu qolb (hati), karena qolb selain untuk merasa adalah juga untuk berpikir. Bedanya qolb dengan akal adalah bahwa akal tak bisa memperoleh pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan, sedangkan qolb bisa mengetahui hakikat dari segala yang ada, dan jika dilimpahi cahaya Tuhan, bisa mengetahui rahasia-rahaisa Tuhan. .( Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.:2010)


RELEVANSI DENGAN BIDANG
Meskipun kita sedang belajar tentang komputer tapi sejatinya kita tidak bisa melupakan islam yang harus terus di ingat dalam hati agar iman kita terus meningkat untuk mengerjakan apa yang diperintah Allah swt. Dan menjahui larangan-Nya. Sehingga kita menjadi lebih baik kedepannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar